Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Ujian terhadap Kredibilitas Profesi Akuntansi

UJIAN TERHADAP KREDIBILITAS PROFESI AKUNTANSI


·           Kredibilitas perilaku etis
·           Cara penanganan krisis kredibilitas:
ü peningkatan independensi
ü kredibilitas
ü kepercayaan masyarakat patuh pada etika profesi

·           Kode etik akuntan Indonesia memuat delapan prinsip etika sebagai berikut : (Mulyadi, 2001: 53)

1.       Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
2.       Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.

3.        Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.

4.       Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.

5.       Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir.
Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik.
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.

6.       Kerahasiaan

Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.

7.       Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.

8.       Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.


·         Kasus – kasus yang serupa dengan kasus Enron Corp juga terjadi di Indonesia. Data berikut diambil dari www.antikorupsi.org, beberapa diantaranya adalah:
1.      Kasus Mulyana dalam Perspektif Etika
Ditinjau dari setting teori keagenan (agency theory), ada tiga pihak utama yang terlibat dalam kasus ini, yaitu (1) pihak pemberi kerja berperan sebagai principal, dalam hal ini adalah rakyat Indonesia yang direpresentasikan oleh pemerintah Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), (2) pihak penerima kerja untuk menjalankan tugas berperan sebagai agen, dalam hal adalah KPU, dan (3) pihak independen, dalam hal ini adalah BPK sebagai auditor, yang perannya diharapkan sebagai pihak independen, berintegritas, dan kredibel, untuk meyakinkan kepada dua pihak sebelumnya, yaitu pemerintah dan DPR sebagai pemberi kerja, dan KPU sebagai penerima kerja.
Pemberi kerja mendelegasikan wewenang dengan ketentuan-ketentuan tertentu, dan KPU telah menjalankan tugasnya sesuai dengan fakta-fakta empiris.
Berdasar setting teori keagenan di atas dan mencuatnya kasus Mulyana W Kusumah, maka pertanyaan yang muncul adalah, etiskah tindakan ketiga pihak tersebut?
Artikel ini mencoba menganalisa dan menyimpulkannya dalam perspektif teori etika.
Dari teori etika, profesi pemeriksa (auditor), apakah auditor keuangan publik seperti kasus keuangan KPU maupun auditor keuangan swasta, seperti pada keuangan perusahaan-perusahaan, baik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta maupun tidak, diatur dalam sebuah aturan yang disebut sebagai kode etik profesi akuntan.
Dalam kode etik profesi akuntan ini diatur berbagai masalah, baik masalah prinsip yang harus melekat pada diri auditor, maupun standar teknis pemeriksaan yang juga harus diikuti oleh auditor, juga bagaimana ketiga pihak melakukan komunikasi atau interaksi. Dinyatakan dalam kode etik yang berkaitan dengan masalah prinsip bahwa auditor harus menjaga, menjunjung, dan menjalankan nilai-nilai kebenaran dan moralitas, seperti bertanggungjawab (responsibilities), berintegritas (integrity), bertindak secara objektif (objectivity) dan menjaga independensinya terhadap kepentingan berbagai pihak (independence), dan hati-hati dalam menjalankan profesi (due care). Dalam konteks kode etik profesi akuntan inilah, kasus Mulyana W Kusumah bisa dianalisis, apakah tindakan mereka (ketiga pihak), melanggar etika atau tidak.

Tindakan Auditor BPK
Dalam konteks kasus Mulyana W Kusumah, kesimpulan yang bisa dinyatakan adalah bahwa tindakan kedua belah pihak, pihak ketiga (auditor), maupun pihak penerima kerja, yaitu KPU, sama-sama tidak etis. Tidak etis seorang auditor melakukan komunikasi kepada pihak yang diperiksa atau pihak penerima kerja dengan mendasarkan pada imbalan sejumlah uang sebagaimana terjadi pada kasus Mulyana W Kusumah, walaupun dengan tujuan ‘mulia’, yaitu untuk mengungkapkan indikasi terjadinya korupsi di tubuh KPU.
Tujuan yang benar, etis, dan moralis, yakni untuk mengungkapkan kemungkinan adanya kerugian yang diterima oleh pihak pemberi kerja, principal, dalam hal ini adalah rakyat Indonesia yang direpresentasikan oleh pemerintah Indonesia, DPR, dan KPK, harus dilakukan dengan cara-cara, teknik, dan prosedur profesi yang menjaga, menjunjung, menjalankan dan mendasarkan pada etika profesi.
Dari sudut pandang etika profesi, auditor tampak tidak bertanggungjawab, yaitu dengan menggunakan jebakan imbalan uang untuk menjalankan profesinya. Auditor juga tidak punya integritas ketika dalam benaknya sudah ada pemihakan pada salah satu pihak, yaitu pemberi kerja dengan berkesimpulan bahwa telah terjadi korupsi. Dari sisi independensi dan objektivitas, auditor BPK sangat pantas diragukan. Berdasar pada prinsip hati-hati, auditor BPK telah secara serampangan menjalankan profesinya.
Apa yang harus dilakukan auditor BPK adalah bahwa dengan standar teknik dan prosedur pemeriksaan, auditor BPK harus bisa secara cermat, objektif, dan benar mengungkapkan bagaimana aliran dana tersebut masuk ke KPU dan bagaimana dana tersebut dikeluarkan atau dibelanjakan. Dengan teknik dan prosedur yang juga telah diatur dalam profesi akuntan, pasti akan terungkap hal-hal negatif, termasuk dugaan korupsi kalau memang terjadi. Tampak sekali bahwa auditor BPK tidak percaya terhadap kemampuan profesionalnya, sehingga dia menganggap untuk mengungkap kebenaran bisa dilakukan segala macam cara, termasuk cara-cara tidak etis, sekaligus tidak moralis sebagaimana telah terjadi, yaitu dengan jebakan.

2.      ICW Minta Sembilan Kantor Akuntan Publik Diusut
Jakarta, 19 April 2001 16:39 Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian mengusut sembilan Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah diauditnya antara tahun 1995-1997.
Koordinator ICW Teten Masduki kepada wartawan di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, sembilan dari sepuluh KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit.
Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang dibekukan kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut adalah AI & R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S & S, SD & R, dan RBT & R. “Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah menyalahi etika profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan publik dengan bank yang diperiksa untuk memoles laporannya sehingga memberikan laporan palsu, ini jelas suatu kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu dekat akan memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik dengan pihak perbankan.
ICW menduga, hasil laporan KAP itu bukan sekadar “human error” atau kesalahan dalam penulisan laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi.
Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan administratif meskipun pihak BPKP telah menyampaikan laporannya, karena itu kemudian ICW mengambil inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP ini karena kesalahan sembilan KAP itu tidak ringan.
“Kami mencurigai, kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit sehingga menghasilkan laporan yang menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi laporan bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada tindakan administratif dari Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor akuntan publik itu,” tegasnya. Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan tindakan dari kesembilan KAP tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang melanggar kode etik profesi akuntan.


3.      KPMG Terlibat Upaya Manipulasi Pajak
September tahun 2001, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono harus menanggung malu. Kantor akuntan publik ternama ini terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia sebesar US$ 75 ribu. Sebagai siasat, diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa profesional KPMG yang harus dibayar kliennya PT Easman Christensen, anak perusahaan Baker Hughes Inc. yang tercatat di bursa New York.
Berkat aksi sogok ini, kewajiban pajak Easman memang susut drastis.
Dari semula US$ 3,2 juta menjadi hanya US$ 270 ribu. Namun, Penasihat Anti Suap Baker rupanya was-was dengan polah anak perusahaannya. Maka, ketimbang menanggung risiko lebih besar, Baker melaporkan secara suka rela kasus ini dan memecat eksekutifnya.
Badan pengawas pasar modal AS, Securities & Exchange Commission, menjeratnya dengan Foreign Corrupt Practices Act, undang-undang anti korupsi buat perusahaan Amerika di luar negeri. Akibatnya, hampir saja Baker dan KPMG terseret ke pengadilan distrik Texas. Namun, karena Baker mohon ampun, kasus ini akhirnya diselesaikan di luar pengadilan. KPMG pun terselamatan.

PEMBAHASAN
Dari kasus-kasus yang dipaparkan di atas jelas bahwa independensi masih merupakan issue yang besar. Auditor Indonesia memiliki norma akuntan yang menjadi patokan resmi dalam berpraktek yaitu SPAP (Standar Profesi Akuntan Publik) yang disusun oleh IAI. Di antara standar itu pertama, auditor harus memiliki keahlian teknis, independen dalam sikap mental serta kemahiran profesional dengan cermat dan seksama. Kedua, auditor juga wajib menemukan ketidakberesan, kecurangan, manipulasi dalam suatu pengauditan.
Hal yang paling ditekankan dalam SPAP adalah betapa esensialnya kepentingan publik yang harus dilindungi sifat independensi dan kejujuran seorang auditor dalam berprofesi. Namun, tidak dapat diketahui dimana fungsi dan etika pengauditan yang secara teknik dapat mendeteksi jika ada penyelewengan pada sistem pemerintahan baik untuk penyusunan anggaran maupun aktivitas keuangan lainnya. Publik seakan dikelabui dengan berbagai informasi dari hasil audit yang selalu wajar-wajar saja. Penyelewengan tidak menjadi halangan untuk tetap dianggap suatu kewajaran bagi auditor dengan jaminan sejumlah upeti dari pasien yang bersangkutan. Tanpa mengacu pada kode etik maka hal tersebut bukan merupakan sebuah malpraktek bagi auditor.
Melirik kode etik di dalam SPAP 1994: 210.1, lebih menekankan sikap independen bagi auditor publik (ekstern) yang memeriksa apakah suatu laporan keuangan badan usaha komersial disusun berdasarkan Standar Akuntansi Indonesia dalam suatu audit yang bersifat umum. Dalam pengauditan laporan keuangan usaha komersial auditor diharuskan bebas dari intervensi manajemen, pemilik, kreditur atas suatu entitas usaha dalam menentukan opini auditor. Dia harus mewakili kepentingan publik (pemilik saham dan lain-lain) secara seimbang dalam menilai kewajaran suatu laporan. Sikap independensi penting untuk menopang profesionalisme auditor dalam suatu penugasan khusus seperti audit investigasi kegiatan tertentu seperti dalam pengauditan dugaan korupsi di KPU. Keahlian teknis akan tak bermakna tanpa independensi dan kejujuran.
Independensi merupakan salah satu komponen etika yang harus dijaga oleh akuntan publik. Dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan Pulik 101 ’Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam standar profesional akuntan publik yang diterapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta dan independen dalam penampilan.’
Independen berarti akuntan publik tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaan untuk kepentingan umum. Akuntan publik tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Auditor berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik. Sikap mental independen tersebut meliputi independen dalam fakta (in fact) maupun dalam penampilan (in appearance). Sebagai contoh seorang auditor yang mengaudit suatu perusahaan dan ia menjabat sebagai direktur perusahaan tersebut, meskipun ia telah menggunakan keahliannya dengan jujur namun sulit untuk mengharapkan masyarakat mempercayainya sebagai seorang yang independen.
Kasus-kasus di atas menunjukan bahwa independensi akuntan publik Indonesia masih mudah terganggu. Mental melayu sebagai kaum inlander masih terbawa hingga ke etika pemeriksaan. Badan pemerintah dan Badan independen yang berfungsi sebagai pemeriksa jelas mengecewakan. Seperti sikap awal Pimpinan BPK dalam menangani kasus suap yang dilakukan oleh anggota KPU terhadap salah satu anggotanya yang kurang simpatik, menyuap aparat pajak sampai dengan kemungkinan kolusi antara kantor akuntan publik dengan bank yang diperiksa untuk memoles laporannya sehingga memberikan laporan palsu. Dari kasus-kasus tersebut jelas bahwa auditor tidak independen karena di benaknya sudah ada pemihakan kepada salah satu pihak yaitu pemberi kerja.
Dalam kasus Mulyana yang harus dilakukan auditor BPK adalah melakukan audit sesuai dengan standar teknik dan prosedur pemeriksaan, auditor BPK harus bisa secara cermat, objektif, dan benar mengungkapkan bagaimana aliran dana tersebut masuk ke KPU dan bagaimana dana tersebut dikeluarkan atau dibelanjakan. Dengan teknik dan prosedur yang juga telah diatur dalam profesi akuntan, pasti akan terungkap hal-hal negatif, termasuk dugaan korupsi kalau memang terjadi. Begitupun juga pada 2 kasus yang lain, auditor seharusnya bekerja sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Terdapat empat hal yang menggangu independensi akuntansi public yaitu: (1) akuntan publik memiliki mutual atau conflicting interest dengan klien, (2) mengaudit pekerjaan akuntan publik sendiri, (3) berfungsi sebagai manajemen atau karyawan dari klien dan (4) bertindak sebagai penasihat (advocate) dari klien. Akuntan publik akan terganggu independensi jika memiliki hubungan bisnis, keuangan dan manajemen atau karyawan dengan kliennya. Mutual interest terjadi jika akuntan publik berhubungan dengan audit committee yang ada di perusahaan, sedangkan conflict intetrest jika akuntan publik berhubungan dengan manajemen.
Terkait persoalan auditor nakal dapat dianalisis dari dua sisi. Perilaku itu apakah merupakan kesengajaan ataukah keterpaksaan? Bila yang melatarbelakangi kesengajaan, ini mungkin karena adanya peluang dengan memanfatkan posisinya sebagai pihak penilai kewajaran laporan keuangan. Mungkin juga adanya iming-iming amplop tebal. Selain itu lemahnya sanksi hukuman bila auditor melakukan penyelewengan (paling hanya dicabut izinnya tanpa adanya sanksi hukum yang lebih keras. Misalnya kurungan penjara atau denda cukup besar).
Tetapi bila yang melatarbelakangi keterpaksaan, berarti auditor itu memiliki ketergantungan terhadap klien. Misalnya proporsi total pendapatan Kantor Akuntan Publik milik auditor itu sebagian besar berasal dari satu perusahaan atau kelompok perusahaan.
Harapan ke depan untuk akuntan publik sebagai auditor eksternal, tetap menjaga sikap independensi secara konsisten dan meningkatkan profesionalisme. Sikap ini perlu dijaga untuk menghindari keterlibatan akuntan dari kasus keuangan. Sebenarnya di Indonesia sudah ada aturan atau regulasi sebagai salah satu solusi mengatasi penyelewengan akuntan publik. Adanya Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik pasal 6 ayat 4 yang mengatur bahwa satu Kantor Akuntan Publik maksimum 5 tahun berturut-turut boleh memeriksa klien yang sama. Selain itu menunjukkan tendensi agar akuntan masih bisa menjaga independensinya. Hubungan yang semula antara auditor dan auditee, bisa menjadi hubungan konsultansi yang tidak menutup kemungkinan akhirnya bisa menjadi hubungan atasan dan karyawan. Ini bisa merupakan media bagi auditor untuk melaksanakan malapraktik. Untuk meningkatkan profesionalisme sebagai akuntan eksternal, mereka harus mempu untuk mempersempit expectation gap yang muncul pada pemakai laporan keuangan atas profesinya.
Kepercayaan masyarakat umum atas independensi sikap auditor sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik. Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa independensi sikap auditor ternyata berkurang. Bahkan kepercayaan masyarakat dapat juga menurun disebabkan oleh keadaan yang oleh mereka yang berpikiran sehat dianggap akan mempengaruhi independensi tersebut. Unutk menjadi independen, ia harus bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak mempunyai suatu kepentingan dengan kliennya, apakah itu manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan. Auditor harus mengelola praktiknya dalam semangat persepsi independensi dan aturan yang ditetapkan untuk mencapai derajat independensi dalam melaksanakan pekerjaannya.


KESIMPULAN
Sebagai sebuah profesi, etika profesi akuntan publik di Indonesia sudah diatur dalam kode etik akuntan Indonesia. Di dalamnya termuat etika yang harus dipatuhi oleh akuntan publik. Kode etik itu dilengkapi dengan Interpretasi yang memberikan penjelasan untuk lebih memahami isi dari kode etik tersebut. Selain itu juga sudah diterapkan sanksi yang jelas terhadap pelanggaran terhadap aturan etika profesi akuntan publik.
Independensi merupakan salah satu komponen etika yang harus dijaga oleh akuntan public. Independen berarti akuntan public tidak mudah dipengaruhi, tidak memihak kepentingan siapapun serta jujur kepada semua pihak yang meletakkan kepercayaan atas pekerjaan akuntan public.
Jika akuntan atau kantor akuntan melanggar ketentuan itu, ada tiga sanksi yang siap mengganjar mereka: administratif berupa denda, peringatan, dan pencabutan izin. Namun pada prakteknya masih terdapat pelanggaran–pelanggaran etika yang dilakukan oleh akuntan publik seperti yang sudah dicontohkan diatas. Karena meskipun sudah ada sanksi yang jelas tapi sejauh ini pelanggaran terhadap etika hanya dijatuhi sanksi yang ringan dan tidak sampai ke pengadilan.
Untuk itu mungkin tindakan pencegahan bisa dilakukan sedari dini yakni pada sektor pendidikan.Sebagai langkah awal IAI Kompartemen akuntan Pendidik antara lain menghapus gelar Akt bagi lulusan PTN. Padahal selama ini seluruh sarjana lulusan akuntansi otomatis memperoleh gelar rangkap, yakni SE Akt.
Mulai 31 Agustus 2004, tak ada lagi gelar akuntan otomatis. Untuk memiliki gelar itu lulusan PTN dan PTS harus mengikuti pendidikan khusus akuntan 20-40 SKS.
“Pendidikan ditekankan pada sektor etika dan moral sehingga kelak keluaran jurusan akuntansi siap bersaing di pasar global.”





·        Contoh Kasus Lain (Disadur dari Koran Jakarta Edisi 9 April 2010)
Bapepam-LK* Perketat Akuntan Publik
*)Lembaga Keuangan

Diindikasikan laporan keuangan auditan tidak mencerminkan kinerja perusahaan sebenarnya sehingga merugikan investor publik. Regulator akan memperketat pengawasan terhadap auditor.
JAKARTA-Bapepam-LK ke depan akan meningkatkan atau memperketat pengawasan kantor akuntan publik (KAP) yang terdaftar di Bapepam. Ini seiring adanya indikasi banyak pelanggaran oleh akuntan publik dalam mengaudit laporan keuangan perusahaan publik.
"Mereka akan diminta menyampaikan laporan berapa emiten yang mereka audit," kata Kepala Biro Standar Akuntansi dan Keterbukaan Bapepam-LK, Erry Retno Wulandari, seusai diskusi "Strengthening the Integrity of Indonesian Capital Market" di Jakarta, Kamis (8/4).Langkah tersebut untuk meningkatkan integritas pasar modal Indonesia, terutama dalam meningkatkan kualitas laporan keuangan yang jadi acuan investor publik mau-
pun perlindungan investor sedini mungkin.
Bahkan, Bapepam akan membentuk Unit Inspeksi Akuntan yang bertugas melaksanakan inspeksi kepada KAP dan Akuntan yang menyediakan jasa audit pada emiten yang beraktivitas di pasar modal. Dengan inspeksi audit, kredibilitas laporan keuangan lebih akurat sehingga mendorong kepercayaan publik.Menurutnya, selama ini regulator menengarai banyak pelanggaran oleh akuntan publik dalam melaksanakan audit laporan keuangan perusahaan publik. Akibatnya, laporan yang disajikan tidak mencerminkan kinerja perusahaan yang sebenarnya sehingga merugikan investor publik.
"Dari beberapa kasus yang dilaporkan ke Bapepam, setelah emitennya diperiksa, akhirnya menyeret akuntan publik yang mengaudit laporan keuangannya," katanya.Dalam setiap pemeriksaan laporan keuangan emiten yang bermasalah, memang tidak semuanya melibatkan akuntan publik. Tetapi dari banyak hasil pemeriksaan, para auditor itu juga ikut memberi andil.Pada praktiknya, akibat rendahnya profesionalisme akuntan publik, mereka "berdamai" dengan atau atas permintaan emiten untuk menyembunyikan informasi yang sebenarnya. Sehingga, laporan keuangan auditan yang disajikan emiten itu berpotensi menyesatkan investor.
Menurut banyak analis, laporan keuangan emiten meski diaudit akuntan publik diakui kadang kala bisa dimainkan dengan tidak memasukkan materi yang bisa merusak performa emiten yang bersangkutan.Dalam beberapa kasus, informasi yang disembunyikan itu baru ketahuan ketika tiba-tiba emiten itu mengalami gagal bayar atau kinerjanya menurun. Padahal, laporan keuangan menjadi referensi utama dalam melakukan riset saham maupun bahan pertimbangan investor berinvestasi di saham."Selain laporan keuangan, apalagi yang bisa dipercaya untuk mengetahui kondisi emiten," kata Ketua Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia, lily Widjaja.
Ketua Forum Akuntan Pasar Modal Osman Sitorus mengatakan pelanggaran-pelanggaran, supeni itu bisa saja tujnillFTiwBVii1, asosiasi di tikan akan memberikan sanksi jika ketahuan mereka ikut merekayasa laporan keuangan agar kelihatan baik."Profesi akuntan publik harus mengedepankan kepentingan dan kepercayaan publik. Apalagi saat ini pasar semakin terbuka, sehingga penting standar globalisasi akuntansi dan audit," ujarnya.
Lebih Kuat
Bapepam siap menyesuaikan peraturan di bidang akuntansi agar sejalan dengan PSAK yang baru. Penyesuaian bisa berbentuk penerbitan peraturan baru ataupun revisi atau mencabut peraturan yang tidak sesuai lagi," kata Kepala Bapepam-LK Fuad Rahmany.Bahkan, untuk meningkatkan integritas di pasar modal Bapepam-LK juga akan mengganti pedoman akuntansi perusahaan efek yang selama ini menggunakan Pernyataan Standar Akuntansi dan Keterbukaan (PSAK) No 42 tentang Akuntansi Perusahaan Efek. Rencananya reivisi ini akan diterbitkan pada 2011."Kami ingin menggantinya dengan yang baru, dan nantinya merupakan produk Bapepam-LK, bukan lagi dari BEI lagi agar dasar hukumnya lebih kuat," kata Etty. bud/E-1

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar